Ada rencana yang begitu dramatis dan kontroversial untuk menyelamatkan kota Jakarta, yaitu melalui suatu skema yang kerap disebut sebagai Proyek Tanggul Raksasa. Rencana proyek ini diperkirakan akan memakan biaya sebesar 40 miliar dolar AS dan akan menjadi tanggul raksasa sepanjang 35 km yang melintasi teluk Jakarta dengan laguna buatan berukuran masif di dalamnya.
Proyek yang secara resmi diberi nama Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau The National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) ini didanai oleh pemerintah Belanda dan didukung oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo.
Rencana ini diambil sebagai langkah untuk melindungi potensi terjadinya banjir dari laut. Ketika proposal Tanggul Raksasa diperkenalkan, pemerintah Indonesia meminta konsultan Belanda untuk memikirkan konsep yang lebih ambisius sebagai pendamping ide Tanggul Raksasa
Seperti yang kita tahu, Jakarta memang sangat rawan banjir khususnya selama musim hujan. Pada tahun 2007, ibu kota Indonesia ini menderita dari bencana banjir yang mengakibatkan 50 orang tewas. Mengingat lebih dari 50 orang meninggal dan 300.000 orang terpaksa dievakuasi dari rumah mereka saat air merendam sepertiga kota. 2007 menjadi tahun yang memunculkan kesadaran bagi banyak orang.
Proyek ini akan dibangun di bagian Utara dari Teluk Jakarta, karena empat puluh persen dari daratan di daerah utara berada di bawah permukaan laut, akibat penurunan muka tanah. Kota ini tidak memiliki cukup air bersih terpipa dan warga Jakarta mengandalkan sumur tanah yang menyedot air dari akuifer atau lapisan air tanah dangkal. Akibatnya, tanah di atasnya ambles.
Masalah ini diperkuat oleh ledakan jumlah apartemen, mall, dan kantor-kantor pemerintah yang tidak mengindahkan larangan untuk menyedot air tanah serta memberikan beban tambahan pada tanah yang rapuh. Pengalihfungsian lahan menjadi daerah bangunan beton dan semen juga semakin memperparah banjir di Jakarta karena tanah tidak lagi dapat menyerap air untuk menggantikan air tanah yang tersedot.
Skenario ini sekarang disebut sebagai “tindakan tanpa penyesalan”, yang berarti harus dilakukan karena Indonesia tidak akan pernah menyesali keputusan untuk membangun tanggul di Teluk Jakarta.
Para pendukung proyek ini mengatakan bahwa Tanggul Raksasa satu-satunya cara untuk menyelamatkan kota dari bencana banjir yang menyapu bagian utara Jakarta dan pulau-pulau baru akan memberikan dana pembangunan yang berasal dari para pengembang. Namun rencana tersebut terbelit serangkaian tuntutan hukum, skandal, dan kontroversi moral – terutama terkait dengan pengungsian masal kampung-kampung tradisional nelayan dan komunitas tepi laut yang kebanyakan akan diratakan dengan tanah.
Pembangunan tanggul raksasa adalah masalah politik dan rekayasa besar-besaran di negara manapun. Menuai pro dan kontra dengan adanya pembangunan ini antara menyelamatkan Jakarta atau malah sebaliknya membuka ruang bisnis baru bagi para investor. Tanggul Raksasa memang terdengar sangat menjamin warga Jakarta, namun tidak akan menghentikan Jakarta dari tenggelam jika masalah ekstraksi air tanah tetap tidak terpecahkan. Megaproyek ini bahkan dapat memperburuk masalah yang dihadapi Jakarta dan daerah lain, termasuk Banten dan Bangka Belitung, yang akan memasok 300 juta meter kubik pasir untuk proyek tersebut.
Masa depan memang terlihat sangat mahal untuk Jakarta. Untuk menyelamatkan diri, kota ini pertama-tama dan terutama harus mencari cara untuk menemukan lebih banyak sumber air untuk menghentikan subsidensi. Hal ini tentu saja akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Namun, tentu saja semua pasti dipertimbangkan baik dalam segi politik, sosial, dan lainnya.