Tren pemuda terjun ke politik sedang mengalami peningkatan belakangan ini. Tokoh-tokoh muda, seperti Tsamara Amany, Faldo Maldini, dan Agus Harimurti Yudhoyono sudah berulang kali bersama kita lihat sebagai tokoh muda berpengaruh dalam politik Indonesia.
Tingkat calon legislatif berusia muda pada Pemilu 2019 pun cukup tinggi. Dilansir dari Detik, tingkat calon legislatif dari usia milenial (21-35 tahun) mencapai 21%. Calon-calon anggota legislatif tersebut utamanya datang dari Partai Solidaritas Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Gerindra.
Selain itu, sebagaimana yang sudah diketahui, demonstrasi #ReformasiDikorupsi pada 24 September lalu digawangi oleh kaum-kaum muda, seperti para ketua Badan Eksekutif Mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh Indonesia. Ribuan mahasiswa (yang tentunya masih muda), didukung oleh banyak publik figur yang dilihat oleh masyarakat muda seperti YouTuber Chandra Liow dan musisi Ananda Badudu, berunjuk rasa menuntut tujuh hal yang mengancam masa depan mereka.
Sedari Lama
Tentunya, kaum pemuda sudah masuk lingkaran politik Indonesia sejak masa kolonial. Dilansir dari indoprogress, Pramoedya Ananta Toer, penulis Tetralogi Buru, pernah menyatakan bahwa sejarah Indonesia dimiliki oleh angkatan muda. Hal ini bisa dilihat dari peran Golongan Muda dalam masa Kemerdekaan, di mana Golongan Muda menculik Soekarno dan Muhammad Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa kedua Proklamator memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Sebelum itu pun, para pemuda Indonesia membuat gebrakan. Berbagai organisasi kepemudaan dari seluruh Indonesia berkumpul pada 28 Oktober 1928 dalam acara Kongres Pemuda, yang menciptakan Sumpah Pemuda. Sumpah tersebut mendeklarasikan persatuan nusa, bangsa, dan bahasa Indonesia. Sejak itu, 28 Oktober dirayakan sebagai hari Sumpah Pemuda.
Pada era Presiden Soeharto, gerakan kepemudaan serta pendidikan dimanfaatkan rezim Orde Baru untuk kepentingan mereka. Sekolah-sekolah dan kurikulum diatur sedemikian rupa untuk menyiarkan propaganda-propaganda politik. Peran pemuda pun dibatasi; cendikiawan yang berkuliah di negara-negara Eropa Timur atas bantuan Pemerintah pun dipaksa mengakui rezim Soeharto atau dicabut kewarganegaraannya.
Hal tersebut kembali berubah setelah Reformasi. Atas desakan kaum mahasiswa dan demonstrasi besar-besaran, rezim Soeharto pun runtuh dengan mundurnya Soeharto. Reformasi membuka keran kebebasan berpendapat yang tertutup sebelumnya. Kaum pemuda pun mulai mengawal demokrasi. Mahasiswa yang berjuang pada 1998 pun saat ini menduduki kursi pemerintahan, baik dalam legislatif maupun eksekutif, seperti Fahri Hamzah dan Budiman Sudjatmiko.
Peran para pemuda sepanjang sejarah Indonesia memang sangat kuat. Tren pemuda dalam demokrasi pun makin menanjak, terutama pada masa Presiden Joko Widodo. Tentunya, ke depannya, pemuda akan semakin menunjukkan tajinya dalam berpolitik. Tidak mungkin juga presiden muda muncul ke depannya.