Pada 18 Desember 2019 lalu, penggusuran lahan dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung dan Polrestabes Bandung terhadap warga RW 11, Kecamatan Tamansari, Bandung, Jawa Barat. Ratusan aparat gabungan menggeruduk pemukiman yang disengketakan oleh warga dan Pemkot Bandung tersebut. Kericuhan pun tak dapat dihindarkan.
Saling klaim mengenai permasalahan siapa yang memiliki tanah tersebut pun terus bergulir. Dilansir dari CNN, Pemkot Bandung mengklaim bahwa proses eksekusi tersebut sesuai hukum. Proses ‘pengamanan’ lahan berdasarkan beberapa ketentuan hukum yang diterbitkan oleh Pemkot Bandung dan Kementerian Dalam Negeri mengenai kepemilikan aset daerah dan pengelolaan barang milik negara/daerah. Selain itu, Satpol PP Kota Bandung juga mengklaim telah melayangkan tiga surat peringatan dan melakukan negosiasi dengan warga.
Di sisi lain, warga Tamansari mengklaim bahwa tanah yang menjadi lahan sengketa telah ditinggali selama bertahun-tahun. Pada saat eksekusi pun, sebuah video yang viral di beberapa jejaring sosial memperlihatkan seorang pemuda tengah dipukuli oleh pihak Kepolisian di tengah situasi penggusuran. Warga juga mengeluhkan bahwa aparat melakukan tindakan represif dengan memukul mundur warga menggunakan gas air mata.
Sebenarnya, apa yang terjadi di Tamansari? Lalu, bagaimana reaksi Pemerintah dan Komnas HAM terkait tindakan represif aparat?
Sudah Direncanakan
Eksekusi lahan Tamansari sudah melalui berbagai macam peringatan dan negosiasi. Setidaknya, tiga surat peringatan telah dilayangkan bertanggal 30 Juli 2018, 13 Agustus 2018, dan 30 Agustus 2018. Pada 9 Desember 2019, Satpol PP Kota Bandung juga telah melayangkan surat pemberitahuan penertiban wilayah Tamansari.
Warga juga telah melalui jalur hukum untuk mencegah penggusuran. Setidaknya, warga telah mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara sebanyak dua kali. Namun, dilansir dari Kompas, Walikota Bandung, Oded M. Danial, menyatakan bahwa Pemkot Bandung telah memenangkan gugatan sebanyak dua kali. Tetapi, warga mengklaim bahwa tuntutan lain tengah berjalan ketika penggusuran dilakukan.
Penggusuran akhirnya benar-benar berjalan pada 18 Desember lalu. Ratusan aparat gabungan dari Satpol PP Kota Bandung dan Polrestabes Bandung ditemani puluhan alat berat melakukan penggusuran dengan perlawanan sengit dari warga.
Penggusuran yang kisruh tersebut memang terlaksana. Namun, warga Tamansari memilih bertahan. Tenda-tenda dan dapur-dapur darurat didirikan. Warga juga menerima sumbangan yang diberikan secara sukarela oleh berbagai kalangan untuk bertahan di daerah yang mereka klaim telah ditinggali selama puluhan tahun tersebut.
Komnas HAM menyoroti penggusuran tersebut. Dilansir dari Kompas, Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, menganggap bahwa penggusuran yang dilakukan melanggar SOP. Tidak seharusnya kekerasan dilakukan pada saat penggusuran. Imaji Bandung sebagai Kota Ramah HAM pun luntur akibat penggusuran beserta kekerasan ini.
Pertanyaan pun muncul; masihkah Bandung menjadi Kota Ramah HAM? Dengan penggusuran dengan kekerasan yang dilakukan di Tamansari, citra Kota Kembang pun rusak. Kota yang diklaim damai ini menjadi sorotan akibat kekerasan yang dilakukan. Jika hal ini terus berlanjut di eksekusi lahan lainnya, maka bukan tidak mungkin masyarakat menilai Bandung tak lagi ramah HAM.